Halaman

Minggu, 30 Juni 2013

CERPEN



BULETIN CINTA
Oleh: Ayu Safitria
K

ali ini Senja tak ingin mengirimkan pesan singkat melalui telepon genggamnya terlebih dahulu kepada Fajar, tidak seperti biasanya. Wajahnya muram seakan-akan menggambarkan ingin melakukan sesuatu tetapi tidak bisa. Pagi ini matahari bersinar lembut. Tadi malam hujan yang mendadak membuat orang-orang kaget namun berlega hati. Kemarau tiba-tiba terputus sejenak seperti hati Senja yang semenjak membaca pesan singkat itu menjadi gelisah.
            Sebelum peristiwa itu terjadi, hari-harinya tidak seperti ini. Walaupun setiap harinya air mata Senja selalu tertetes, setidaknya banyak hal yang dibuat Fajar membuat bibir kecilnya terseret manis. Walaupun mereka selalu berada di kelas yang sama tetapi kedekatannya dimulai sejak mereka di semester tiga. Kedekatan itu pun tidak sesingkat yang dibayangkan, Fajar sakit dan dirawat berbulan-bulan tanpa ada teman satu kelasnya yang tahu hal itu. Seketika Fajar kembali masuk kuliah layaknya mahasiswa baru. Penampilannya berbeda sekali, dulu rambutnya masih panjang, kuku ibu jari tangan kirinya yang panjang sekitar 25cm sudah ia potong.
            Senja tertegun memandangnya, hasrat untuk menjadi kekasihnya tumbuh setiap waktu. Ia mulai berani mengirimkan BBM  kepada Fajar tanpa menyebutkan siapa dia. Suatu ketika dosen mereka memberikan tugas berupa tugas pembuatan buletin kelas dengan berkelompok. Tak ragu, Senja langsung mencantumkan nama Fajar ke dalam daftar nama anggota kelompoknya. Fajar tidak menolak, karena ketika itu dirinya belum mendapatkan kelompok. Memang, para anggota kelompok yang lain bilang kalau Fajar bisa bertanggung jawab atas tugasnya.
            Sebagai anggota kelompok yang baik, Fajar datang ke tempat Senja dan kawan yang lain berkumpul untuk berdiskusi secara formal.
     “Maaf sebelumnya, gue belum begitu kenal sama semua mahasiswa kelas ini”
     “Yaudah lu kenalan dulu aja” Fajar tertegun sambil mengarahkan kedua matanya ke arah Senja “Klo sama lu, gue udah kenal kok”
            Mereka mulai berdiskusi dengan anggota kelompok yang lain. Keesokan harinya mulai terlihat bahwa tugas itu membuat mereka semakin berdekatan. Tugas itu pun menjadi alasan Fajar sesekali mengunjungi kost milik Senja, begitu sebaliknya. Mereka menjadi sering bertemu dan sering melakukan banyak perbincangan setiap harinya.
            Perasaan itu mulai tak tertahan oleh Senja, awalnya ia bertahan menahan perasaan terpendamnya kepada Fajar tapi justru keadaan mereka saat itu mendukung perasaan Senja semakin menjadi.
            Suatu ketika, Fajar, Senja, Mia dan Nisa berkumpul di kost milik Fajar, Senja melihat-lihat seisi ruangan, mengarahkan pandangannya ke dinding yang begitu banyak kertas-kertas yang menempel di setiap sudutnya tidak sengaja Senja melihat secarik foto perempuan tertempel rapi di salah satu bagian dinding yang beralaskan sterofoam.
     “Siapa dia?” sambil menunjuk foto itu.
     “Oh, itu mantan gue. Udah lama juga putus, dia udah nikah” jawabnya tegas.
     “Kayaknya berkesan banget sampe masih ditempel sampai sekarang..” Senja menyindir kesal.
            Mia dan Nisa yang juga bagian dari kelompok mereka juga ikut bertanya dan memancing Fajar untuk bercerita perempuan di foto itu di tengah-tengah diskusi mereka tentang buletin yang sedang mereka buat. Senja yang sedang asik dengan laptopnya diam menyimak seakan tidak mau tahu. Kesal ketika itu, hal tadi siang masih difikirkannya hingga larut malam.
            Suatu ketika, air mata Senja tertetes sedih. Tidak ada yang tahu tentang perasaannya, dirinya semakin ingin memiliki Fajar tanpa terkecuali. Dian mulai memberanikan diri mengeretik pesan singkat kepada Fajar bertuliskan “gue itu suka sama lo, tolong ngerti yaa..” Dengan rasa malu dia kirimkan pesan itu. Senja menunggu telepon genggamnya berbunyi nada pesan. Tidak berdering. Hal itu tak sesekali ia alami. Senja terbiasa dengan beribu-ribu pesan yang ia kirim kepada Fajar namun tidak pernah dibalas.
            Balasan pesan yang ditunggunya kali itu tidak membangunkannya dari tidur karna lama menunggu. Saat pagi datang, Senja membacanya dan menangis. Tenyata isi pesannya,
     “Hahahaha, jangan main-main. Semuanya teman kok”
            Jawaban itu membuat hatinya sakit, membuat ia menangis sesekali membuang perasaannya. Cintanya tidak terbalas. Perasaannya tertuju kepada orang yang salah. Pesan itu membuat tiap kali pertemuannya dengan Fajar menjadi canggung. Dan Senja memutuskan untuk membuang perasaannya dengan menggantinya dengan orang lain. Buletin yang mereka buat bersama-sama diserahkannya kepada Fajar untuk meneruskan menyelesaikannya.
            Di tangga pintu belakang kampus, tak kurang dua belas orang berjejel. Semua perempuan. Semua mahasiswa jurusan Sastra Indonesia. Dua diantaranya menghalangi pandangan Fajar. Tangannya meraih jari-jari Senja yang ketika itu dia tidak ada kesempatan untuk menanyakan alasan Senja menjauh darinya. Ketika Senja menoleh, dengan cepat Senja melepaskan genggaman tangan Fajar.
     Lo kenapa si? Ada yang salah sama gue? Sikap lo gak usah kayak gini!” tegasnya kepada Senja sambil berjalan cepat.
     Gue gak mau aja punya perasaan lebih sama lo, gue cuma pengen ngejauh aja biar bisa lupa tentang perasaan ini” jawab Senja dengan wajah penuh kecewa.
     “Gak perlu ngejauh!” bentaknya.
            Siaran televisi menjelang malam itu kembali dengan program yang dia gemari. Malam ini, siaran itu menyajikan dua pasang kekasih yang sedang bertengkar, melihat program acara televisi itu Fajar teringat kejadian siang tadi yang membuatnya terheran mengapa ia melarang Senja untuk menjauh. Fajar menyadari bahwa dirinya hanya menganggap Senja seorang teman sekelasnya tetapi malam itu membangunkannya dari mimpi panjang mengingat tiga tahun belakangan itu Fajar tidak mau berpacaran.
            Fajar terbiasa mendapatkan pesan singkat dari Senja yang walaupun sekedar mengingatkannya untuk beribadah dan makan, tetapi hari itu Senja tak juga mengirimkannya kata-kata itu. Fajar mencoba mengirim pesan terlebih dulu kepada Senja.
            Dengan terheran, Senja melihat telepon genggamnya bergetar dan bertuliskan SATU PESAN BARU DARI FAJAR. “Kemana aja? Kok gak ada kabarnya?”
            Dengan senangnya saat membaca pesan itu. Berpikir ulang ketika Senja hendak membalasnya dengan kata yang manis. Dia anggap bahwa Fajar tidak pernah mempunyai perasaan yang sama terhadapnya. Pesan yang sudah ia ketik pun dihapusnya kembali.
            Dari kejauhan, Fajar sedang menunggu balasan pesan itu. Dia pun mengetik ulang pesan kepada Senja dengan isi pesannya hanya lambang sedih “L” Senja tertawa kecil saat membacanya.
            Di bawah sinar matahari, ketika waktu perkuliahan tekah selesai. Di sebelah kanan lift naik. Fajar mendekati Senja perlahan. Membisikkannya tentang hal yang mengingatkannya bahwa tugas buletin mereka telah selesai dan harus dicetak. Fajar memintanya menemani saat mencetak buletinnya.
            Entah siapa yang mulai, percakapan mereka menjadi begitu serius. Merasa dirinya tidak pantas menjadi kekasih Fajar, Senja pun mengutarakan kekesalan dan kekecewaannya
     “Yaudahlah lo jadian aja sama cewek lain biar gue benci sama lo, daripada terus-menerus gue harus mengagumi lo dalam diam” ucap Senja sambil menundukkan kepalanya.
     “gak bisa.. aku maunya kamu tetap sama aku”
     “ Tetap jadi Senja yang selalu mengagumiku dengan timbal balik dari aku sendiri!”
            Beberapa puluh menit kemudian, Fajar memberanikan dirinya mengutarakan apa yang selama ini dia rasa. Suatu hal yang mustahil terjadi, menurut Fajar, Sudi adalah perempuan untukterhebat yang mampu mengalahkan egonya demi mempertahankan perasaannya walaupun Fajar sempat tidak ada respon balik terhadapnya. Hingga akhirnya mereka menjadi sepasang kekasih yang bertemu setiap hari di dalam kelas.
            Fajar dan Senja satu pasang kodrat untuk saling mengawali dan mengakhiri harinya dengan baik.