PASAR
MALAM TAHUNAN
Senja menutup
perjalananku dari Pamulang ke Bogor hari ini. Kutemui pasar malam yang letaknya
tak jauh dari perkampungan tempatku tinggal, kuputuskan untuk sebentar
mengunjunginya. Barisan pengunjung pasar malam terlihat membentang sedang
berjalan kaki dengan panjang barisan sekitar 5 meterperlahan memenuhi pasar.
Aku berada di antara barisan itu karena terhimpit oleh kendaraan yang lalu
lalang di depan pedagang pakaian yang mengelilingi seluruh pasar. Orang-orang
berdatangan, berdesak dan ingin menguasai tempat yang ramai di tengah-tengah
kepadatan aneka ragam manusia itu.
Pada deretan sebelah utara kelihatan
pedagang sepatu, boneka barbie, tiga
pedagang pakaian berderet dan pedagang tas. Semua pedagang ini menggunakan
terpal. Pada deretan dekat pintu masuk utama ada dua pedagang bakso, mie ayam dan
tiga pedagang soto mie yang
membelakangi pedagang mie ayam. Semua pedagang ini menggunakan gerobak. Di
tengah deretan para pedagang terlihat komidi
putar bebentuk gajah, sangkar burung yang berputar ke atas, ombak banyu, dan
rumah hantu yang berhadapan langsung dengan pertunjukkan orang kerdil.
Para pedagang pakaian sudah siap
melayani pelanggannya, setiap pengunjung yang lewat di depannya diteriakinya
“Silahkan ibu, bapak, mbak, mas mau cari apa? Baju atau celananya, silahkan
dilihat dulu!”
Terlihat di samping kananku seorang
perempuan bersama seorang teman sebayanya. Perempuan itu mendekatkan bibirnya
pada kuping temannya itu, berbisiknya perlahan penuh perasaan, sambil jari
telunjuknya menunjuk ke arah baju yang bergantung berwarna coklat muda,
berbahan sifon dengan brukat di sekeliling kerahnya. Entah apa yang dibicarakan
oleh mereka, agaknya sedang memutuskan untuk membeli baju yang ditunjukknya
atau tidak.
Senja sudah
berpindah menjadi malam, tetapi aku masih asik dengan pandanganku
memperhatikan seisi pasar malam ini. Aku memutuskan untuk masuk ke wahana rumah
hantu. Ketika aku berjalan menuju wahana itu, terlihat pedagang bakso yang
ramai sekali dikunjungi pembelinya. Keringat menetes setelah si
pedagang bakso membuka tutup panci besar baksonya yang mengeluarkan uap panas.
Percakapan yang meriah terjadi. Sesekali kualihkan terus pandanganku kepada
tukang bakso yang semakin banyak pembelinya.
Terdengar sayup-sayup bunyi alunan
musik menyeramkan, gonggongan anjing dan suara serigala mengaung dari rumah
hantu yang tepat di hadapanku. Orang masih berdesak-desak hendak masuk.
Lagi-lagi aku masuk ke dalam rombongan orang-orang yang tidak aku kenal. Di
hadapanku ada sebuah pintu kamar, tiba-tiba pintu itu di ketuk orang dengan
perlahan dari dalam kamar. Kami kaget, terperanjat berlari. Di belakang kami
ada satu pocong mengikuti, di pojok kiri ruangan terlihat kuntilanak berambut
panjang, ia duduk memperhatikan. Ketukan kamar itu berulang terdengar mendesak,
memaksa. Tiba-tiba terdengar suara yang memerintah, “Buka!” Aku berlari dan
menemukan pintu keluar dengan terengah-engah.
Pedagang
bakso kelihatan masih ramai oleh pembeli. Terlihat motor dan mobil yang senja tadi masih
banyak yang melintas sekarang sudah jarang terlihat hanya satu dua yang berlalu
lalang. Pada jam setengah sepuluh malam seperti ini sudah
tidak ada lagi angkutan umum yang melintas, terpaksa aku menelpon paman untuk
menjemputku pulang.
Ketika
aku pulang dari pasar malam, hanya terlihat satu saja gerobak pedagang soto mie
di dekat pintu masuk. Tukang mie ayam masih melakukan jual beli, dan pembelinya
pun ternyata cukup banyak. Orang-orang terlihat berjalan kembali ke rumahnya
bergerombol, agaknya pengunjung lebih banyak di jalanan menuju pulang daripada
pengunjung yang masih berada di dalam pasar.
Matahari belum muncul, tetapi hari sudah terang. Sabtu pagi ini terdengar gemericik air hujan dari atas genteng
rumahku. Aku putuskan untuk berkunjung ke rumah nenek yang jaraknya melewati
pasar malam. Aku melewati lapangan sepak bola, rute yang biasa. Di saat sepagi ini anak-anak kecil terlihat bermain sepakbola. Dari
sini, sudah terlihat pasar malam itu, suasana yang terlihat sungguh berbeda
dengan yang kulihat semalam. Para pedagang tidak nampak, yang terlihat hanya terpal-terpal
yang menutupi seluruh gerobak dan pedagang lainnya.
Di
tengah-tengah gemericik hujan ini pasar menjadi becek, terlihat pedagang mulai
berdatangan menyusun papan-papan panjang di sekitar pasar membuatkan jalan
setapak untuk pengunjung malam nanti. Tidak lama kemudian
di sebelah kananku dua orang ibu rumah tangga berjalan sambil berbincang bahwa
pasar malam itu berakhir pada malam ini dan akan diadakan lagi tahun depan seperti biasanya.
Sore nanti pedagang akan membuka kembali dagangannya dan akan banyak
lagi pengunjung datang dan bermain. Esok Hari, berakhirlah sudah pasar
malam yang ramai dan pedagang akan mengemaskan semua dagangan dan komidi
putarnya. Tanah kosong itu akan seperti biasa lagi dijadikan kebun ubi oleh pemiliknya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar