PANAS TERIK HARI INI
Jarum jamku menunjuk pada angka dua
belas, matahari sedang membakar dahaga, memancarkan seluruh cahaya panasnya yang
langsung menyengat kulitku. Rasanya seperti berada di atas gurun pasir tanpa
berpakaian.
Sepanjang jalan, aku dengan beberapa
teman sekelasku terpaksa menikmati terik panasnya matahari hari ini,
bergerombol, berkendara roda dua menuju sebuah pesta pernikahan. Parung,
menyebut namanya saja setiap orang pasti dapat membayangkan betapa gersangnya
tiap langkah melewati daerah ini.
Saat kulewati sebuah gang terdengar
gemuruh suara mesin garmen di sebelah kiri jalan, kualihkan pandanganku ke atas
bangunan besar itu bertuliskan “PT SINKO GARMEN INDONESIA” yang mungkin
sepertinya pasa saat terik matahari menyengat seperti ini waktunya para
karyawan beristirahat dengan raut wajah yang kelihatan lusuh, capek, dan lapar.
Di perjalanan tak sesekali kami temukan jalan yang keliru mencari rumah di
pengantin wanita, bertanya kesana-kemari kepada masyarakat sekitar.
Perjalanan terus kulanjutkan,
terlihat di sebuah gang tertancap janur kuniang yang di salah satu rantingnya
bergantungan selembar kertas putih bertuliskan “Hendri Adinata dan Anggi” yang
berarti gang ini menunjuk pada lokasi yang kutuju. Seketika kulihat kembali
jarum jamku yang kini menunjuk pada angka satu. Tepat satu jam perjalanan dari
kampus menuju pesta itu.
Siang hari pada bulan April ini, setibanya
kami di sana belum banyak tamu yang datang. Mulai jelas terdengar alunan suara
musik dangdut dari tenda yang berkolaborasi warna antara warna ungu pekat
dengan warna putih. Hendri Adinata, teman sekelas kami pada jurusan Sastra
Indonesia yang sedang melangsungkan pesta pernikahan tampak menyambut kami
dengan wajah gembiranya di mulut tenda resepsi pernikahannya. Ketika melangkah
masuk tenda, di sekelilingku terdapat kipas-kipas besar, hiasan-hiasan bunga
mekar berwarna-warni, dan kelipan lampu-lampu kecil menghiasi seisi dalam tenda
serta puluhan kursi dan meja tamu menambah cantik suasana.
Dari sebelah kanan tenda, seorang
ibu langsung menawarkan sajian prasmanan kepada kami. Berkumpul di satu meja
panjang bersama sang pengantin pria, berceloteh, bercerita membicarakan hal
yang konyol. Suguhan minuman bersoda dengan beberapa balok kecil es batu di dalam
gelas beling mengguyur tenggorokan,
melepas dahaga. Seketikan obrolah kami pun memakan waktu panasnya matahari
siang ini. Matahari sudah setengah condong ke barat, panasnya sudah setengah
berkurang dari yang kurasakan di perjalanan tadi. Rasanya terbayar sudah lelah
melawan panasnya terik matahari di enam belas April ini.
Sore menyelimuti suasana, menggantikan
siang yang panas itu. Kami pun berpamit pulang dan melanjutkan perjalanan
pulang ke rumah, sementara resepsi pernikahan Hendri terus berlanjut hingga
malam nanti memeriahkan pestanya hari ini dengan tamu-tamunya yang terus
berdatangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar