Jumat, 21 Juni 2013

W.S. RENDRA DAN KARYA-KARYANYA




Tugas Makalah ini Dibuat Untuk Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah
Telaah Puisi 1
Dosen : Ita Rodiah S.S, M. Hum







Disusun Oleh :
Agus Ahmad Salim Zajar
Ayu Safitria
Gatot Sanyoto



FAKULTAS SASTRA
JURUSAN SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS PAMULANG
2013



Kami menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan makalah ini. Tanpa bantuan dari dosen dan teman-teman kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.


                    


Pamulang,  Juni 2013






KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I      PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang.............................................................................. 1
B.  Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.    Bagaimana struktur, fungsi, pertumbuhan otak ?....................  2
2.    Bagaimana kaitan antara otak dan bahasa ?.............................. 2
3.    Bagaimana perbedaan antara otak manusia dan binatang ?......        2

BAB II    PEMBAHASAN
1.    Struktur, Fungsi, Pertumbuhan Otak........................................ 3
2.    Kaitan Antara Otak dan Bahasa............................................... 4
3.    Perbedaan antara Otak Manusia dan Binatang...................... .. 5

BAB III     PENUTUP
A.    Simpulan..................................................................................... 6

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 7




Sastra merupakan tulisan atau karangan yang memiliki nilai keindahan atau estetika baik yang ditulis oleh pengarang dalam kurun waktu tertentu maupun pengarang pada zaman sekarang. Selain itu juga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Karya sastra merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial) yang dihadapinya.[1]
Pada dasarnya keutuhan pengertian puisi tidak lepas dari ruang lingkup pengertian kesusastraan, yaitu karangan atau tulisan yang indah yang mempunyai makna tertentu yang mempunyai nilai estetis. Puisi merupakan bentuk ekspresi yang dominan dalam sastra. Dominasinya bukan hanya karena bentuk syairnya yang mudah dihafal, tetapi juga karena penuh arti dan sangat digemari oleh mereka yang berpikir dalam. Dikasi dalam puisi selalu berhubungan dengan bunyi. Puisi akan terdengar indah dan bermakna apabila dibacakan dengan penuh penghayatan sesuai dengan musikalitas dan hakikatnya sehingga dapat menyejukan hati, pikiran dan perasaan kita.[2]
Adapun kekayaan makna yang terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa yang digunakan dalam puisi berbeda yang digunakan sehari-hari. Puisi menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakan adalah kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian.[3]
Tahun 1966 (masa peralihan tumpukan kekuasaan dari Soekarno (orde lama) ke Soeharto (orde baru), terjadi demonstrasi para pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama. Perpuisian Indonesia pun didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak protes yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi awal tahun 1966. Salah satu penyair yang aktif menyuarakan puisi protesnya yaitu Rendra, dengan Balada Orang-orang Tercinta. Puisi-puisinya bertemakan sosial dan personal. Dalam puisinya, ia menyuarakan kritiknya tentang kondisi masyarakat Indonesia dan kalangan elite pada masa itu.[4]

1.2.   Rumusan Masalah
Fokus masalah dalam makalah ini, kami memberikan batasan masalah sehingga tidak menyimpang dari apa yang telah menjadi pokok bahasan. Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, maka yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.      Bagaimana biografi W.S. Rendra?
2.      Apa saja karyanya yang mencerminkan zamannya?
3.      Bagaimana W.S. Rendra membawakan puisi-puisinya ?










[1]               Melani Budianta, dkk, Membaca Sastra, (Magelang: Indonesia Tera, 2003), hlm. 15.
[2]               Herman J. Waluyo, Apresiasi Puisi untuk Mahasiswa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 1.
[3]               E. Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Sastra, (Bandung: Yrama Widya, 2012), hlm. 97.
[4]               Hamzah Fansuri, Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya, (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm. 112.




BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi W.S. Rendra
          Rendra atau Willibrordus Surendra Broto Rendra lahir di Solo, Jawa Tengah dan meninggal di Depok, Jawa Barat, 6 Agustus 2009 pada umur 73 tahun adalah penyair ternama yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis cerpen dan esai di berbagai majalah.[1]
            Melalui berbagai puisi, cerpen dan drama untuk kegiatan sekolah pada masa SMP-nya, kemampuan dan bakat sastra Rendra mulai terasah. Puisinya terpublikasi di media massa untuk pertama kalinya melalui majalah Siasat. Sampai dua dekade kemudian secara rutin karya-karyanya menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah, Seni, Basis, Konfrontasi dan Siasat Baru. [2]   
Nama Rendra setelah memeluk Islam yaitu Wahyu Sulaiman Rendra, ia memeluk Islam pada 12  Agustus 1970. Seniman ini mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkahwinannya dengan Sitoresmi pada 12 Agustus 1970, dengan disaksikan dua lagi tokoh sastera Taufiq Ismail dan Ajip Rosidi. Gelarnya sebagai “Si Burung Merak” bermula ketika Rendra dan sahabatnya dari Australia berlibur di Kebun Binatang Gembiraloka, Yogyakarta. Di kandang merak, Rendra melihat seekor merak jantan berbuntut indah dikerubungi merak-merak betina. “Seperti itulah saya,” tutur Rendra spontan. Kala itu Rendra memiliki dua isteri, yaitu Ken Zuraida dan Sitoresmi.


2.2. Puisi Karya W.S. Rendra
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai  sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi

Balada Orang-Orang Tercinta
Pengarang: WS. Rendra

Kita bergantian menghirup asam
Batuk dan lemas terceruk
Marah dan terbaret-baret
Cinta membuat kita bertahan dengan secuil redup harapan

Kita berjalan terseok-seok
Mengira lelah akan hilang di ujung terowongan yang terang
Namun cinta tidak membawa kita memahami satu sama lain

Kadang kita merasa beruntung
Namun harusnya kita merenung
Akankah kita sampai di altar
Dengan berlari terpatah-patah
Mengapa cinta tak mengajari kita Untuk berhenti berpura-pura?

Kita meleleh dan tergerus Serut-serut sinar matahari
Sementara kita sudah lupa rasanya mengalir bersama kehidupan
Melupakan hal-hal kecil yang dulu termaafkan

Mengapa kita saling menyembunyikan
Mengapa marah dengan keadaan?
Mengapa lari ketika sesuatu membengkak jika dibiarkan?
Kita percaya pada cinta
Yang borok dan tak sederhana
Kita tertangkap jatuh terperangkap
Dalam balada orang-orang tercinta.

   Kata orang-orang tercinta bermakna orang-orang tersisih seperti perampok, pembunuh, pelacur, perempuan kesepian, ibu yang rindu anaknya dan lain sebagainya.
   Karya Rendra yang biasa dibacakan ketika ada demonstrasi dan mimbar bebas itu pada 1980 diterbitkan Lembaga Studi Pembangunan, dalam buku kumpulan puisi Potret Pembangunan dalam Puisi. Isinya menggambarkan situasi politik sejak 1973, tatkala Rendra masih di Yogyakarta, sampai 1978. Bahkan hingga pertengahan 1980-an sajak Rendra masih terasa menggedor-gedor semangat aktivis mahasiswa.
          Tidak hanya puisinya, olah vokal dan ekspresi gerak Rendra juga memberikan pengaruh kuat. Ia sendiri mengaku mengagumi gaya pidato Soekarno yang penuh sihir. Sejumlah penyair pada pertengahan 1980-an masih meniru-niru gerak dan olah vokal penyair kelahiran 7 November 1935 itu. Ciri khas Rendra itu dengan mudah dijumpai dalam acara mimbar bebas mahasiswa pada masa itu.
          Meski puisi Rendra pada masa awal kepenyairan berbeda bentuk dan gaya, Rendra tetap dikenal oleh mahasiswa untuk puisi pamfletnya. Seperti diutarakan A. Teeuw dalam kata pengantar buku Potret Pembangunan, yang menyebut Rendra sebagai pemberontak, seorang yang selalu sibuk melonggarkan kungkungan dan pembatasan. Tak heran jika Rendra sempat mencicipi jeruji tahanan pada masa itu. Maklum, rezim ketika itu memang antikritik.[3]






BAB III
PENUTUP

3.1.   Simpulan
Otak memegang peran yang sangat penting dalam bahasa, karena bahasa yang dikelurkan terjadi karena adanya saringan dari dalam otak dan melalui sistem bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi melalui percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun. Adanya bahasa membuat kita menjadi makhluk yang bermasyarakat.
3.2.  Saran

Saran kepada mahasiswa agar dapat lebih memahami isi dari makalah ini dan dijadikan informasi atau ilmu tambahan yang bermanfaat. Sedangkan kepada dosen pembimbing agar dapat mengulas kembali materi pada makalah ini, bahwasanya kami sebagai anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran.
Oleh karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen pengampu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA

Budianta, Melani dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang: Indonesia Tera.
Fansuri, Hamzah. 2007. Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Sastra. Bandung: Yrama Widya.
Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi Puisi untuk Mahasiswa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Sumber Internet:

http://id.wikipedia.org/wiki/W._S._Rendra artikel ini diakses pada 16 Juni 2013 pukul 22.14.
http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/1849-ws-rendra artikel ini diakses pada 16 Juni 2013 pukul 22.20.



[3]               “100 Catatan yang Merekam Perjalanan Sebuah Negeri”, Tempo, No.1925/08, 19 Mei 2008, h. 121. “Potret Pembangkangan Rendra”.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar