Tugas Makalah ini Dibuat Untuk
Memenuhi Salah Satu Nilai Mata Kuliah
Telaah Puisi 1
Dosen : Ita Rodiah S.S, M. Hum
Telaah Puisi 1
Dosen : Ita Rodiah S.S, M. Hum
Disusun
Oleh :
Agus Ahmad Salim Zajar
Ayu Safitria
Gatot Sanyoto
FAKULTAS
SASTRA
JURUSAN
SASTRA INDONESIA
UNIVERSITAS
PAMULANG
2013
Puji
syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan kita rahmat
serta karunia-Nya kepada kami sehingga kami berhasil menyelesaikan makalah ini.
Makalah ini kami buat dalam rangka memenuhi salah satu syarat penilaian mata kuliah
Telaah Puisi 1.
Kami
menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi
kesempurnaan makalah ini. Tanpa
bantuan dari dosen dan teman-teman kami tidak dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik.
Akhir
kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah berperan serta
dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga Allah SWT
senantiasa meridhai segala urusan kita, Amin.
Pamulang, Juni 2013
KATA PENGANTAR....................................................................................... i
DAFTAR ISI...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang.............................................................................. 1
B.
Rumusan Masalah.......................................................................... 2
1.
Bagaimana struktur, fungsi, pertumbuhan
otak ?.................... 2
2.
Bagaimana kaitan antara otak dan bahasa ?.............................. 2
3.
Bagaimana perbedaan antara otak manusia
dan binatang ?...... 2
BAB II
PEMBAHASAN
1.
Struktur, Fungsi, Pertumbuhan Otak........................................ 3
2.
Kaitan Antara Otak dan Bahasa............................................... 4
3.
Perbedaan antara Otak Manusia dan
Binatang...................... .. 5
BAB III PENUTUP
A.
Simpulan..................................................................................... 6
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................................ 7
Sastra merupakan tulisan
atau karangan yang memiliki nilai keindahan atau estetika baik yang ditulis
oleh pengarang dalam kurun waktu tertentu maupun pengarang pada zaman sekarang.
Selain itu juga sastra dapat dipandang sebagai gejala sosial. Karya sastra
merupakan tanggapan penciptanya (pengarang) terhadap dunia (realita sosial)
yang dihadapinya.[1]
Pada dasarnya keutuhan pengertian
puisi tidak lepas dari ruang lingkup pengertian kesusastraan, yaitu karangan
atau tulisan yang indah yang mempunyai makna tertentu yang mempunyai nilai
estetis. Puisi merupakan bentuk ekspresi yang dominan dalam sastra. Dominasinya
bukan hanya karena bentuk syairnya yang mudah dihafal, tetapi juga karena penuh
arti dan sangat digemari oleh mereka yang berpikir dalam. Dikasi dalam puisi
selalu berhubungan dengan bunyi. Puisi akan terdengar indah dan bermakna
apabila dibacakan dengan penuh penghayatan sesuai dengan musikalitas dan
hakikatnya sehingga dapat menyejukan hati, pikiran dan perasaan kita.[2]
Adapun kekayaan makna yang
terkandung dalam puisi disebabkan oleh pemadatan segala unsur bahasa. Bahasa
yang digunakan dalam puisi berbeda yang digunakan sehari-hari. Puisi
menggunakan bahasa yang ringkas, namun maknanya sangat kaya. Kata-kata yang digunakan
adalah kata-kata konotatif yang mengandung banyak penafsiran dan pengertian.[3]
Tahun 1966 (masa peralihan tumpukan
kekuasaan dari Soekarno (orde lama) ke Soeharto (orde baru), terjadi
demonstrasi para pelajar dan mahasiswa terhadap pemerintahan Orde Lama.
Perpuisian Indonesia pun didominasi oleh sajak demonstrasi atau sajak protes
yang dibaca untuk mengobarkan semangat para pemuda dalam aksi demonstrasi awal
tahun 1966. Salah satu penyair yang aktif menyuarakan puisi protesnya yaitu
Rendra, dengan Balada Orang-orang
Tercinta. Puisi-puisinya bertemakan sosial dan personal. Dalam puisinya, ia
menyuarakan kritiknya tentang kondisi masyarakat Indonesia dan kalangan elite
pada masa itu.[4]
1.2. Rumusan Masalah
Fokus masalah dalam makalah ini,
kami memberikan batasan masalah sehingga tidak menyimpang dari apa yang telah
menjadi pokok bahasan. Mengacu pada latar belakang yang telah diuraikan, maka
yang menjadi rumusan masalahnya adalah:
1.
Bagaimana biografi W.S. Rendra?
2.
Apa saja karyanya yang mencerminkan zamannya?
3.
Bagaimana W.S. Rendra membawakan puisi-puisinya ?
[1] Melani
Budianta, dkk, Membaca Sastra,
(Magelang: Indonesia Tera, 2003), hlm. 15.
[2] Herman
J. Waluyo, Apresiasi Puisi untuk
Mahasiswa, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2002), hlm. 1.
[3] E.
Kosasih, Dasar-dasar Keterampilan Sastra,
(Bandung: Yrama Widya, 2012), hlm. 97.
[4] Hamzah
Fansuri, Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya,
(Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), hlm. 112.
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1. Biografi W.S. Rendra
Rendra atau Willibrordus
Surendra Broto Rendra lahir
di Solo, Jawa
Tengah dan meninggal
di Depok, Jawa
Barat, 6
Agustus 2009 pada umur 73 tahun adalah penyair ternama
yang kerap dijuluki sebagai "Burung Merak". Ia mendirikan Bengkel Teater di Yogyakarta pada tahun 1967. Ketika kelompok teaternya kocar-kacir
karena tekanan politik, kemudian ia mendirikan Bengkel Teater Rendra di
Depok, pada bulan Oktober 1985. Semenjak masa kuliah ia sudah aktif menulis
cerpen dan esai di berbagai majalah.[1]
Melalui berbagai puisi, cerpen dan
drama untuk kegiatan sekolah pada masa SMP-nya, kemampuan dan bakat sastra
Rendra mulai terasah. Puisinya terpublikasi di media massa untuk pertama
kalinya melalui majalah Siasat. Sampai dua dekade kemudian secara rutin
karya-karyanya menghiasi berbagai majalah pada saat itu, seperti Kisah,
Seni, Basis, Konfrontasi dan Siasat Baru. [2]
Nama Rendra setelah memeluk Islam yaitu Wahyu
Sulaiman Rendra, ia memeluk Islam pada 12 Agustus 1970. Seniman ini
mengucapkan dua kalimat syahadat pada hari perkahwinannya dengan Sitoresmi pada
12 Agustus 1970, dengan disaksikan dua lagi tokoh sastera Taufiq Ismail dan
Ajip Rosidi. Gelarnya sebagai “Si Burung Merak” bermula ketika
Rendra dan sahabatnya dari Australia berlibur di Kebun Binatang Gembiraloka,
Yogyakarta. Di kandang merak, Rendra melihat seekor merak jantan berbuntut
indah dikerubungi merak-merak betina. “Seperti itulah saya,” tutur Rendra
spontan. Kala itu Rendra memiliki dua isteri, yaitu Ken Zuraida dan Sitoresmi.
2.2. Puisi
Karya W.S. Rendra
Aku Tulis Pamplet Ini
Oleh : W.S. Rendra
Oleh : W.S. Rendra
Aku tulis pamplet ini
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
karena lembaga pendapat umum
ditutupi jaring labah-labah
Orang-orang bicara dalam kasak-kusuk,
dan ungkapan diri ditekan
menjadi peng – iya – an
Apa yang terpegang hari ini
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
bisa luput besok pagi
Ketidakpastian merajalela.
Di luar kekuasaan kehidupan menjadi teka-teki
menjadi marabahaya
menjadi isi kebon binatang
Apabila kritik hanya boleh
lewat saluran resmi,
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
maka hidup akan menjadi sayur tanpa garam
Lembaga pendapat umum tidak mengandung pertanyaan.
Tidak mengandung perdebatan
Dan akhirnya menjadi monopoli kekuasaan
Aku tulis pamplet ini
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
karena pamplet bukan tabu bagi penyair
Aku inginkan merpati pos.
Aku ingin memainkan bendera-bendera semaphore di tanganku
Aku ingin membuat isyarat asap kaum Indian.
Aku tidak melihat alasan
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
kenapa harus diam tertekan dan termangu.
Aku ingin secara wajar kita bertukar kabar.
Duduk berdebat menyatakan setuju dan tidak setuju.
Kenapa ketakutan menjadi tabir
pikiran ?
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Kekhawatiran telah mencemarkan kehidupan.
Ketegangan telah mengganti pergaulan pikiran yang merdeka.
Matahari menyinari airmata
yang berderai menjadi api.
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
Rembulan memberi mimpi pada dendam.
Gelombang angin menyingkapkan keluh kesah
yang teronggok bagai
sampah
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Kegamangan. Kecurigaan.
Ketakutan.
Kelesuan.
Aku tulis pamplet ini
karena kawan dan lawan adalah saudara
Di dalam alam masih ada cahaya.
Matahari yang tenggelam diganti rembulan.
Lalu besok pagi pasti terbit kembali.
Dan di dalam air lumpur kehidupan,
aku melihat bagai terkaca :
ternyata kita, toh, manusia !
Pejambon Jakarta 27 April 1978
Potret Pembangunan dalam Puisi
Potret Pembangunan dalam Puisi
Balada Orang-Orang Tercinta
Pengarang: WS. Rendra
Kita bergantian menghirup asam
Batuk dan lemas terceruk
Marah dan terbaret-baret
Cinta membuat kita bertahan dengan secuil redup harapan
Kita berjalan terseok-seok
Mengira lelah akan hilang di ujung terowongan yang terang
Namun cinta tidak membawa kita memahami satu sama lain
Kadang kita merasa beruntung
Namun harusnya kita merenung
Akankah kita sampai di altar
Dengan berlari terpatah-patah
Mengapa cinta tak mengajari kita Untuk berhenti berpura-pura?
Kita meleleh dan tergerus Serut-serut sinar matahari
Sementara kita sudah lupa rasanya mengalir bersama kehidupan
Melupakan hal-hal kecil yang dulu termaafkan
Mengapa kita saling menyembunyikan
Mengapa marah dengan keadaan?
Mengapa lari ketika sesuatu membengkak jika dibiarkan?
Kita percaya pada cinta
Yang borok dan tak sederhana
Kita tertangkap jatuh terperangkap
Dalam balada orang-orang tercinta.
Pengarang: WS. Rendra
Kita bergantian menghirup asam
Batuk dan lemas terceruk
Marah dan terbaret-baret
Cinta membuat kita bertahan dengan secuil redup harapan
Kita berjalan terseok-seok
Mengira lelah akan hilang di ujung terowongan yang terang
Namun cinta tidak membawa kita memahami satu sama lain
Kadang kita merasa beruntung
Namun harusnya kita merenung
Akankah kita sampai di altar
Dengan berlari terpatah-patah
Mengapa cinta tak mengajari kita Untuk berhenti berpura-pura?
Kita meleleh dan tergerus Serut-serut sinar matahari
Sementara kita sudah lupa rasanya mengalir bersama kehidupan
Melupakan hal-hal kecil yang dulu termaafkan
Mengapa kita saling menyembunyikan
Mengapa marah dengan keadaan?
Mengapa lari ketika sesuatu membengkak jika dibiarkan?
Kita percaya pada cinta
Yang borok dan tak sederhana
Kita tertangkap jatuh terperangkap
Dalam balada orang-orang tercinta.
Kata orang-orang tercinta
bermakna orang-orang tersisih seperti perampok, pembunuh, pelacur, perempuan
kesepian, ibu yang rindu anaknya dan lain sebagainya.
Karya Rendra yang biasa
dibacakan ketika ada demonstrasi dan mimbar bebas itu pada 1980 diterbitkan
Lembaga Studi Pembangunan, dalam buku kumpulan puisi Potret Pembangunan
dalam Puisi. Isinya menggambarkan situasi politik sejak 1973, tatkala
Rendra masih di Yogyakarta, sampai 1978. Bahkan hingga pertengahan 1980-an
sajak Rendra masih terasa menggedor-gedor semangat aktivis mahasiswa.
Tidak hanya puisinya, olah vokal dan
ekspresi gerak Rendra juga memberikan pengaruh kuat. Ia sendiri mengaku
mengagumi gaya pidato Soekarno yang penuh sihir. Sejumlah penyair pada
pertengahan 1980-an masih meniru-niru gerak dan olah vokal penyair kelahiran 7 November 1935 itu. Ciri khas Rendra itu dengan
mudah dijumpai dalam acara mimbar bebas mahasiswa pada masa itu.
Meski puisi Rendra pada
masa awal kepenyairan berbeda bentuk dan gaya, Rendra tetap dikenal oleh
mahasiswa untuk puisi pamfletnya. Seperti diutarakan A. Teeuw dalam kata
pengantar buku Potret Pembangunan, yang
menyebut Rendra sebagai pemberontak, seorang yang selalu sibuk melonggarkan
kungkungan dan pembatasan. Tak heran jika Rendra sempat mencicipi jeruji
tahanan pada masa itu. Maklum, rezim ketika itu memang antikritik.[3]
BAB III
PENUTUP
3.1. Simpulan
Otak memegang peran yang sangat
penting dalam bahasa, karena bahasa yang dikelurkan terjadi karena adanya
saringan dari dalam otak dan melalui sistem bunyi yang dipakai oleh suatu
masyarakat untuk berinteraksi melalui percakapan yang baik, tingkah laku yang
baik, sopan santun. Adanya bahasa membuat kita menjadi makhluk yang
bermasyarakat.
3.2.
Saran
Saran kepada
mahasiswa agar dapat lebih memahami isi dari makalah ini dan dijadikan
informasi atau ilmu tambahan yang bermanfaat. Sedangkan kepada dosen pembimbing
agar dapat mengulas kembali materi pada makalah ini, bahwasanya kami sebagai
anggota kelompok sangat membutuhkan masukan dan pembelajaran.
Oleh
karena itu kami mengharapkan kepada para pembaca atau mahasiswa serta dosen
pengampu kritik dan saran yang bersifat konstruktif dalam terselesainya makalah
selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Budianta,
Melani dkk. 2003. Membaca Sastra. Magelang:
Indonesia Tera.
Fansuri, Hamzah. 2007. Jurnal Ilmu Sastra dan Budaya. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia
Kosasih, E. 2012. Dasar-dasar Keterampilan Sastra. Bandung: Yrama Widya.
Waluyo, Herman J. 2002. Apresiasi Puisi untuk Mahasiswa. Jakarta:
PT. Gramedia Pustaka Utama.
Sumber
Internet:
http://id.wikipedia.org/wiki/W._S._Rendra
artikel ini diakses pada 16 Juni 2013 pukul 22.14.
http://www.tokohindonesia.com/tokoh/article/282-ensiklopedi/1849-ws-rendra
artikel
ini diakses pada 16 Juni 2013 pukul 22.20.
[3] “100
Catatan yang Merekam Perjalanan Sebuah Negeri”, Tempo, No.1925/08, 19 Mei 2008,
h. 121. “Potret Pembangkangan Rendra”.