FAJAR DI ALUN-ALUN KOTA BOGOR
Pukul
lima, eloknya fajar di alun-alun kota Bogor. Matahari mengintip tanda akan
segera terbit ke timur yang perlahan mulai tampak pancaran sinarnya. Dinginnya
embun pagi belum tergantikan dengan panasnya matahari ketika tepat di atas
kepalaku.
Pada saat cahaya kemerah-merahan di
langit sebelah timur menjelang matahari terbit ini, puluhan pedagang kaki lima
bersiap menghamparkan terpal mereka dengan meja-meja kecil tersusun rapi di
atasnya. Diiringi suara hentakan kaki, lompatan kecil pejalan kaki yang sedang
joging, melintas.
Gemericik air mancur yang letaknya
di depan jajaran puluhan pedangang itu tak pernah terhenti hingga saat seperti
ini. Sepanjang jalan Pajajaran mulai dipenuhi oleh orang-orang yang sudah
kelihatan capek setelah berolahraga sejak pukul empat tadi sambil menunggu
waktu berangkat bekerja.
Peristiwa dimana sisi teratas Matahari muncul di atas horizon di timur ini disekelilingku terlihat wajah-wajah semangat
pedagang memulai mengais rupiah dari ramainya alun-alun ketika fajar tiba.
Ricuh terdengar di sisi kiriku antara suara gaduhnya mesin pemotong rumput petugas
kebersihan kota Bogor di taman air mancur yang tepat di depan alun-alun dengan
celotehan percakapan kumpulan orang yang berdatangan.
Aku pun telah selesai sekedar berkuliner setelah berolahraga karna
matahari pun sudah hampir sepenuhnya muncul di balik pohon beringin besar yang
letaknya kira-kira tiga puluh meter di sebelah kananku, tepat di hadapan air
mancur. Sebentar lagi tempat ini akan ramai oleh suara hilir-mudik kendaraan
orang-orang yang berbelanja sayuran segar, berangkat ke sekolah, dan bekerja.
Pukul tujuh nanti pedagang akan berkemas tenda-tendanya sambil
menghitung penghasilan hariannya dan bersiap pulang, beristirahat, atau
menyiapkan dagangan untuk fajar di esok hari. Aku pun sudah akan bersiap
berangkat kuliah, sementara orang-orang yang ku lihat di alun-alun tadi akan
melakukan aktivitas di pagi hari seperti biasanya.